
Memperoleh cinta Allah (mahabbatullah) adalah sebuah keharusan bagi setiap hamba beriman. Yang pertama karena cinta kepada Allah dan kepada yang lain –apapun nama dan bentuknya- sesungguhnya tidak akan pernah bisa bertemu, karena sifat keduanya yang bertolak belakang. Sedang yang kedua, cinta kepada selain Allah hakikatnya adalah palsu, sumber penderitaan dan awal kehinaan manusia. Sebab, prinsip dasar dalam agama Islam adalah cinta kepada Allah itu sendiri. Tapi, bagaimana cara menggapai cinta Allah itu?
Imam Ibnul Qayyim dalam ‘Madarij’nya menyebutkan ada 10 cara mendapatkan cinta Allah. Sebuah informasi yang sangat mahal dan penuh manfaat bagi mereka yang mendambakan cinta ini. Mari kita jalani petuah berharga dari pakar hati ini, agar bisa menjemput cinta Ilahi.
1. Membaca (qiraah) al-Qur’an. Bukan sekedar membaca dan melafazhkan huruf demi huruf tentunya. Tetapi membaca dengan merenungi (tadabbur) dan memahami (tafahhum) kandungan makna-makna dan apa yang dikehendakinya. Agar lafazh-lafazh yang keluar dari mulut kita, adalah lafazh-lafazh yang terfahami. Menjadi suluh dalam kegelapan, dan menjadi pembebas dari kebodohan.
2. Mendekat (taqarrub) kepada Allah. Caranya dengan melaksanakan hal-hal yang sunnah (an-nawaafil) setelah mengerjakan hal-hal yang wajib (fardhu). Ditunaikannya hal-hal yang sunnah akan mengantarkan hamba ke derajat dicintai. Kebersamaannya dengan Allah membuahkan ketengan dan kebahagiaan. Seluruh keinginan, hasrat, kehendak dan lintasan hatinya adalah karena Allah.
Bukhari meriwayatkan sebuah hadits qudsi, Allah berfirman,
“Tidaklah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku yang semisal (nilainya) dengan menjalankan hal-hal yang Aku fardhukan baginya. Dan hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan (mengerjakan) an nawaafil hingga Aku mencintainya. Dan jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar. Menjadi penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat. Menjadi tangannya yang dia gunakan untuk memegang. Dan menjadi kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia memohon kepada-Ku, Aku pasti akan memberinya. Dan jika dia memohon perlindungan kepada-Ku, Aku pasti akan melindunginya. Dan tidaklah Aku ragu terhadap sesuatu yang Aku menjadi pelakunya, seperti keraguan-Ku saat mencabut nyawa seorang mukmin yang tidak menyukai kematian, sedang Aku tidak ingin berbuat buruk kepadanya, namun tetapi harus Aku lakukan.”
3. Senantiasa mengingat (dzikir) Allah. Hal ini harus kita lakukan di setiap kesempatan, baik dengan lisan, hati, amal perbuatan maupun keadaan diri. Bisa dikatakan di sini, bahwa bagian hamba dari cinta Allah, sesuai dengan kadar dzikirnya kepada-Nya. Berdzikir yang terus menerus akan membuat kita terjaga dan sadar akan setiap tindakan yang kita ambil. Membantu fikiran kita untuk fokus dan tidak bercabang-cabang. Adakah yang lebih baik keadaannya dari hamba yang seluruh kesadarannya membimbingnya menuju keridhaan dan cinta Allah?
4. Mendahulukan (itsar) hal-hal yang dicintai Allah. Di atas apapun, hal-hal yang dicintai Allah harus kita dahulukan daripada hal-hal yang kita cintai meski sulit dan berat. Utamanya saat kita dikuasai hawa nafsu. Karena kecintaan yang bersih kepada Allah, akan membuahkan kecintaan kepada hal-hal yang dicintai-Nya. Dalam salah satu doanya, Rasulullah memohon cinta Allah dan cinta kepada hal-hal yang bisa mengantarkan beliau kepada cinta Allah itu. Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dhaif dari Abu Darda’, bahwa Rasulullah bersabda, “ Termasuk doanya nabi Dawud adalah; Allahumma, sesungguhnya hamba memohon cinta-Mu, cinta siapapun yang mencintai-Mu, dan (cinta) kepada amal yang menyampaikan hamba kepada cinta-Mu. Allahumma, jadikanlah cinta-Mu lebih hamba cintai daripada (cinta) kepada diri sendiri, keluarga dan air yang dingin.”
5. Hati menelaah asma’ dan shifat Allah. Kemudian mempersaksikan dan mengenal-Nya. Ibnul Qayyim menambahkan, “Barangsiapa mengetahui asma’, shifat dan af’al Allah, niscaya mencintai Allah adalah sebuah keniscayaan baginya.” Bukankah tidak kenal, tidak akan saying? Maka jika hamba betul-betul mengenal Allah, pastilah dia akan mencintai-Nya.
6. Mempersaksikan kebaikan dan nikmat Allah. Sesungguhnya jika kita menghitung, akan kita temukan bahwa nikmat dan karunia Allah, baik yang lahir maupun yang batin, tidak terbatas. Dan jika menghitungnya, tentulah kita tidak akan mampu melakukannya. Sedang memperhatikan nikmat-nikmat Allah, akan membimbing hamba mencintai-Nya.
7. Kepasrahan hati secara total di hadapan Allah. Ini adalah hal paling menakjubkan dari cara-cara meraih cinta Allah. Bahkan menurut beliau, tidak ada ungkapan yang bisa mewakilinya. Tidak kata-kata, tidak juga berbagai ibarat. Sebab, cinta yang benar akan mengantarkan pecintanya kepada tauhid, peng-esaan kekasih, untuk kemudian memberikan hartanya yang paling bernilai, yaitu hati!
8. Menyendiri (khalwat) dengan Allah. Ini kita lakukan saat Dia turun ke langit dunia untuk bermunajat kepada-Nya, tilawah al-Qur’an yang merupakan kalam-Nya, menghadap kepada-Nya dengan segenap hati, memperhatikan adab-adab beribadah di hadapan-Nya, kepada menutupnya dengan istighfar dan taubat.
9. Bermajelis bersama hamba-hamba Allah yang mencintai-Nya dengan tulus. Bersama mereka, kita akan memetik sebaik-baik buah pembicaraan, sebab mereka tidak akan berbicara kecuali hal-hal yang memberi maslahat dunia akhirat. Dari sana, kita akan mengetahui bahwa di dalam majelis bersama mereka, ada tambahan berharga untuk diri kita, serta manfaat untuk manusia yang lain.
10.Menjauhi semua hal yang menghalangi hati dari Allah. Hal-hal itu bisa berupa kesyirikan yang menghalangi tauhid, berbagai bid’ah yang bertentangan dengan sunnah, aneka syahwat yang menolak perintah Allah, ghaflah yang melalaikan dzikir kepada-Nya, serta riya’ yang mengotori keikhlasan. Kita harus menyelamatkan hati dari semua penghalang ini, agar mendapatkan hati yang bersih (qalbun salim).
Merawat Cinta
Jika pohon cinta telah tertanam di dalam hati, berurat berakar, maka kita harus selalu menyiraminya dengan air keikhlasan dalam beribadah dan ittiba’ kepada Rasulullah.
Allah berfirman di dalam Ali Imran ayat 31,
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Satu hal yang harus kita ketahui, bahwa cinta adalah amalan hati. Sesuai dengan karakternya yang mudah berubah dan rapuh, sangat mungkin cinta kepada Allah juga mengalami naik turun (fluktuasi). Penjagaannya adalah dengan menguatkan pemahaman (quwwatul idraak) dengan tidak pernah berhenti mempertajam akal dengan ilmu yang benar dan bermanfaat. Sebab ilmu akan membimbing akal melakukan fungsinya dengan benar. Utamanya fungsi klasifikasi masalah.
Selain itu, kita juga harus selalu menajamkan keberanian hati (syaja’atul qalbi). Di samping berguna untuk menolak godaan nafsu yang memang dahsyat, hal ini juga akan membimbing hati kita melakukan fungsi itsar. Yaitu keberanian mendahulukan kecintaan kepada Allah di atas yang lain meski terasa sulit dan berat.
Dengan keduanya, kita kan memperoleh manfaat luar biasa dalam mengatasi fluktuasi cinta. Ibnu Taimiyah berkata, “Hamba yang hidup hatinya, berakal serta peduli akan nasibnya di akhirat, tidak akan mendahulukan kecintaan kepada hal-hal yang membahaya-kan, mencelakakan dan membuatnya menderita.”
Rejeki dari Allah
Sungguh, hamba yang mendapatkan cinta Allah, adalah dia yang telah mendapatkan rejeki luar biasa dalam hidupnya. Sangat pantas disyukuri dan tidak boleh disia-siakan. Maka, celakalah mereka yang tidak pernah berfikir untuk mendapatkan cinta Allah! (trias) sumber : ar-risalah.or.id



Tidak ada komentar:
Posting Komentar